Selasa, 24 Juni 2014

Artikel Perempuan Suara Merdeka (1) Peranan Perempuan dalam Menangani Obesitas

dimuat  di Suara Merdeka 24 Juni 2014
Alhamdulillah..tulisan saya dimuat hari ini di suara merdeka. Saya mengirimkannya pada 11 Juni 2014 dan 24 Juni dimuat. Rubrik Halaman Perempuan menyediakan wadah bagi kaum hawa untuk mencurahkan ide cemerlang dan aktual tentang perempuan agar dapat bermanfaat bagi pembaca. Syarat dari Redaksi SM adalah tulisan sekitar 6000 karakter disertai foto diri pose santai dan dikirimkan ke perempuan_sm@yahoo.co.id. Jangan lupa menuliskan no telepon yang dapat dihubungi, alamat, juga no rekening bank.
Saya menyertakan biodata dan foto dalam satu rangkaian halaman naskah artikel. Tak lupa (tanpa diminta redaksi) saya lampirkan scan KTP. 
Tulisan asli saya berikut ini, silahkan bandingkan. Saya menulis sebanyak 6153 karakter atau 970 kata. Judul diedit redaksi dan juga beberapa bagian di dalamnya. 

Peranan Perempuan dalam Menangani Obesitas
Oleh : Ketty Husnia*

                Memasuki pertengahan tahun 2014, obesitas menjadi salah satu hal yang patut diwaspadai oleh masyarakat Indonesia. Berdasarkan ulasan harian Kompas edisi Senin (2/6/2014) yang berjudul “Obesitas Mendominasi”, tercatat angka menakjubkan penduduk obesitas berjumlah lebih dari 40 juta orang dewasa. Keadaan tersebut tentu mengkhawatirkan dan sangat mengancam kesehatan individunya. Sebab obesitas dapat memicu munculnya penyakit degeneratif seperti diabetes, serangan jantung, stroke, kanker dan lain-lain. Jika sudah demikian maka beban pemerintah akan semakin besar terutama dalam menangani masalah kesehatan penduduknya. Tentu tak dapat dibayangkan bagaimana masa depan bangsa ini jika mayoritas masyarakatnya berada dalam kondisi sakit? Lalu bagaimana bangsa ini dapat bangkit membangun sektor ekonomi jika sebagian anggarannya jatuh pada penanganan proses kesembuhan bukan pada tindakan preventif? Pemerintah terus terbebani, masyarakat asyik tak sadarkan diri.
            Berdasarkan hal itu maka sudah saatnya masyarakat bersikap mandiri tanpa menunggu bantuan pemerintah, berdikari mengatasi sekaligus mencegah ledakan penduduk obesitas yang bisa dimulai dari lingkungan terkecil, yaitu lingkungan keluarga. Perlu disadari, obesitas dipicu banyak faktor yang berujung pada kebiasaan makan yang keliru. Harian Kompas edisi Selasa (3/6) yang bertajuk “Tangani Kegemukan secara Spesifik”, menuliskan beberapa faktor pencetus: faktor pemakaian hormon (alat kontrasepsi); faktor sosial (meningkatnya kesejahteraan masyarakat) dan faktor budaya (timbulnya asumsi gemuk adalah simbol kemakmuran hidup). Bahkan gaya hidup yang berubah pun dapat menjadi biang kerok kegemukan. Misalnya kebiasaan nongkrong dengan teman atau relasi saat larut malam sambil mengonsumsi makanan berat atau aneka kue. Jika aktivitas ini kerap dilakukan, bukan tak mungkin tubuh akan menimbun lemak dan menyebabkan kenaikan berat badan. Sekali lagi semuanya mengarah pada apa yang kita konsumsi.
            Pola makan keliru inilah yang harus disadari masyarakat sebab tak bisa dipungkiri apa yang kita makan memengaruhi kesehatan tubuh kita. Jika kita sering mengonsumsi makanan berlemak dan tinggi kalori namun kurang serat maka metabolisme tubuh menjadi kacau. Ibarat mesin, organ tubuh menjadi cepat aus sehingga tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik.  Oleh karena itu, ada baiknya masyarakat kembali pada perilaku hidup sehat yang berawal dari pilihan menu makanan.
            Aksi nyata penanganan obesitas diawali dari hulu, yaitu pada tingkat keluarga yang tersusun atas ayah, ibu dan sejumlah anak. Penyampaian edukasi gizi seimbang dan kesehatan dini lebih efektif di keluarga. Ibu dan kaum perempuan sebagai sosok pemegang kendali dapur berandil besar dalam perkembangan kesehatan keluarganya.            Beberapa solusi berikut bisa membantu mengurangi jumlah penduduk obesitas. Solusi pertama: perempuan harus dipersiapkan untuk memiliki pengetahuan yang luas tentang sumber kesehatan dan gizi yang tepat. Di titik ini, perlu ditanamkan prinsip “sehat itu mahal”. Dengan demikian seseorang tergerak untuk menjaga dirinya dari berbagai penyakit. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh dari beragam sumber, melalui buku, media cetak, televisi, radio, internet hingga mengikuti ragam komunitas terbuka maupun offline (tanpa tatap muka langsung). Bahkan berbagai jurnal terbuka yang menerbitkan hasil penelitian kesehatan pun banyak beredar dan mudah dibaca/diunduh oleh siapapun.
            Solusi kedua: menciptakan perempuan cerdas. Wawasan yang luas akan berefek pada munculnya sikap kritis individu. Perempuan cerdas mampu bersikap bijak saat membaca iklan dan tayangan produk makanan/minuman. Sikap ini akan berimbas pada perilaku ibu atau remaja putri dalam mengambil keputusan bahan makanan yang dibutuhkan keluarganya. Alangkah baiknya jika produk yang dibeli adalah produk segar dan minim bahan pengawet apalagi pemanis buatan. Coba Anda bayangkan, apa yang terjadi jika perempuan cepat tergoda dengan rayuan manis pedagang di pasar, warung, hingga kalimat sakti yang tertulis dalam kemasan produk? Akankah semua bahan makanan dicoba? Bukankah untuk mencoba, diperlukan pertarungan rupiah yang tak sedikit?
            Solusi ketiga: membiasakan dan memberi contoh pentingnya minum air putih di lingkungan keluarga. Anak-anak sering malas mengonsumsi air putih dan memilih membeli aneka jajanan cair berlabel “segar” dengan rasa manis yang menggiurkan. Air putih adalah cairan utama yang harus dikonsumsi tubuh manusia. Jika para ibu kerap membiarkan kebiasaan tersebut maka tak ayal, jumlah pemanis buatan yang termuat dalam tubuh anak menumpuk dan menyebabkan munculnya penyakit lainnya, seperti gagal ginjal. Lalu bagaimana dengan obesitas? Penelitian yang dilakukan di San Diego State University, menyebutkan bahwa asupan pemanis buatan di dalam tubuh justru akan memicu otak memberi sinyal untuk terus mengonsumsi makanan lainnya melebihi ambang batas kenyang. Akibatnya lidah tak berhenti bergoyang dan usus dipaksa bekerja. Oleh karena itu mari giatkan anak dan diri sendiri untuk selalu mengonsumsi air putih dimana pun dan kapan pun.
            Solusi keempat: ketrampilan merangkai menu. Menu unik dan menarik dari bahan alami bisa menjadi alternatif camilan atau makanan utama. Kaum hawa dapat mengakses resep dari tayangan televisi atau internet. Pilihan bijaksana ini mencegah keluarga mengonsumsi makanan instan ataupun siap saji yang banyak tersedia di gerai-gerai makanan. Menu rumah pun tak melulu nasi. Olahan gandum, ubi, jagung, sukun, talas, dan bahan karbohidrat lainnya bisa menjadi pengganti nasi.
             Solusi kelima: menyediakan buah dan menu sayuran di meja makan. Kaum hawa yang terbiasa mengonsumsi buah dan sayur, dinilai lebih cantik, sehat dan aktif dibandingkan yang tidak. Bahkan terbukti, usus mereka menjadi lebih bersih daripada yang kerap mengonsumsi “makanan sampah” (dikutip dari Dr.Hiromi Shinya, pelopor Peneropongan Organ Dalam, dalam bukunya “Revolusi Makan”). Tentu kita dapat menebak, apa yang terjadi jika kondisi pencernaan buruk? Komposisi gizi makanan yang kurat serat menyebabkan seseorang terus merasa ingin makan di waktu yang kurang tepat. Terjadilah penumpukan lemak  dan peningkatan berat badan.  
            Solusi keenam: merubah paradigma “belum kenyang tanpa nasi” menjadi “kenyang dengan karbohidrat apapun”. Para ibu tak perlu risau ketika sang buah hati lebih memilih jenis karbohidrat lain daripada nasi sebab energi mereka telah tercukupi dari sumber lainnya. Ketentuan ini juga berlaku pada remaja perempuan yang doyan ngemil camilan berbahan baku karbohidrat, “tanpa nasi, it’s ok” ! Bukankah negeri kita kaya dengan aneka pangan selain beras?
            Keterlibatan kaum hawa dalam menjaga keseimbangan nutrisi keluarga, sangat penting sebab obesitas telah menjadi momok siapa pun. Penanggulangannya bisa dilakukan dengan sikap disiplin dalam mengonsumsi makanan sehat bergizi dan tetap melakukan aktivitas harian. Jika kesadaran masyarakat meningkat maka sudah pasti program hidup sehat dapat terlaksana dan jumlah penduduk obesitas pun menurun. Mari menyiapkan diri menjadi generasi sehat Indonesia


1 komentar:

  1. salut mbak ...artikelnya bermanfaat sekali ,
    kalau dulu orang perang melawan kelaparan....sekarang perang melawan kegemukkan .....hehhhehe
    berbagi tips juga nih mbak ...http://hariyantisukma.blogspot.com/2013/10/semakin-tua-semakin-gemuk.html

    BalasHapus

tinggalkan jejakmu kawan! dan selamat bereksperimen!