Minggu, 14 Desember 2014

Menguak Rahasia Potensi Diri ala Beni Badaruzaman


Judul   Buku      : Brain Genetic Potential
Penulis              : Beni Badaruzaman
Penerbit            : Penerbit Mizania (PT. Mizan Pustaka)
Terbit               : Cetakan I, Mei 2014
Tebal                : 152 Halaman
Harga               : Rp.39.200
ISBN                 : 978-602-1337-11-0


            Pada umumnya setiap orangtua selalu menginginkan yang terbaik untuk masa depan anak. Prinsip tersebut berujung pada lahirnya satu impian yang diikuti terciptanya peraturan dalam rumah. Tak lain dan tak bukan agar anak mematuhi dan mengikuti garis nasihat orangtua sehingga mereka tetap berada dalam jalur ambisi keduanya. Cara ini seringkali dibuat orangtua demi memudahkan pengawasan perkembangan anak.
            Namun tak semua harapan orangtua bisa menjadi nyata. Belakangan peristiwa buruk kerap terjadi pada beberapa remaja yang mengalami tekanan batin dan berujung drop out. Sebagian besar masalah dipicu oleh kurangnya dukungan orangtua dalam menyikapi pilihan sang anak atau rendahnya hubungan komunikasi antar mereka. Kondisi tersebut kerap menimbulkan beban mental anak. Akibatnya anak sering menghadapi dilema dan susah mengutarakan hasrat. Hasrat belajar hilang, anak tak punya arah. Maka tak heran, kasus bunuh diri pada anak bersekolah cenderung tinggi.
            Sebagai jalan tengah ada baiknya orangtua melakukan komunikasi dan bersedia meluangkan waktu untuk mempelajari, mengamati sekaligus memahami potensi diri sendiri dan potensi anak. Dengan introspeksi diri, orangtua bisa memilih cara yang tepat dan sesuai dalam mendidik anak. Konsep ini adalah jawaban atas situasi bahwa setiap orang dipercaya terlahir dengan bakat dan kemampuan yang berbeda satu dengan yang lain. Oleh karena itu, cara penanganan tiap individu pun tak sama. Salah satu aplikasi tersebut adalah menggunakan metode STIFIn.
            Metode STIFIn yang diperkenalkan oleh Beni Badaruzaman dalam bukunya yang berjudul Brain Genetic Potential merupakan sebuah konsep yang terbentuk atas dasar pengetahuan tentang belahan otak manusia. Konsep kecerdasan otak akan menuntun pada kepribadian seseorang. Penulis buku ini mempelajari bahwa otak yang diciptakan Tuhan terbagi atas otak bagian kiri bawah (Sensing), otak kiri atas (Thinking), otak kanan atas (Intuiting), otak kanan bawah (Feeling) dan bagian otak tengah (Instinct). Nama-nama potensi otak (mesin kecerdasan) itu kemudian disingkat menjadi STFIn (halaman 35). Masing-masing potensi itulah yang akan membantu individu melakoni proses kehidupan termasuk proses belajar, berkarir dan berumah tangga.
            Pada dasarnya perilaku individu dengan mesin kecerdasan tertentu dipengaruhi oleh adanya rangsangan luar dan dalam. Jika motivasinya dari luar maka disebut ekstrovert, dan jika sebaliknya maka disebut introvert. Istilah tersebut sekaligus memberi penjelasan berbeda yang terlanjur melekat di masyarakat. Beni seakan menyingkap tabir kebingungan masyarakat akan persoalan introvert dan ekstrovert. Berawal dari faktor inilah, terbentuk sembilan mesin kecerdasan yaitu Si, Se, Ti, Te, Ii, Ie, Fi, Fe dan In (halaman 58). Untuk mengetahui ukuran masing-masing bagian otak tersebut digunakan finger print. Finger print hanya satu dari beberapa cara untuk mengetahui sejauh mana potensi diri orangtua dan anak (STFIn). Cara ini dianggap lebih akurat dan dapat langsung memberikan informasi kemampuan diri.
            Ada tiga tahapan dalam menjalankan proses belajar metode STIFIn, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. Ketiga tahapan tersebut bertujuan agar hasil yang dicapai maksimal. Setiap tahap membutuhkan kondisi pendukung sangat mutlak diperlukan. Faktor pendukung yang dimaksud dapat diperoleh secara internal maupun eksternal. Masing-masing tak bisa digeneralisasi. Misalnya individu bermesin kecerdasan “Sensing” yang dimiliki oleh Bill Gates, perlu melakukan senam sebagai proses pemanasan menjelang belajar. Individu ini butuh seperangkat alat tulis lengkap sebelum mulai bekerja. Berbeda dengan individu bermesin “Feeling”, seperti yang dimiliki Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, harus dirangsang dengan hadirnya teman belajar, guru atau narasumber sebagai tempat berdiskusi untuk menggugah mood belajarnya.
            Tak jauh berbeda dengan proses pelaksanaan metode STIFIn , masing-masing mesin kecerdasan punya ciri khas. Seorang ”Sensing” mudah meniru apa yang ditangkap inderanya sedangkan individu “Thinking” lebih suka memberi kritikan. Lain lagi dengan seorang “Feeling” yang suka diskusi. Ini semua menunjukkan fakta bahwa setiap anak punya pola belajar yang berbeda. Orangtua akan terbantu mengarahkan anak-anaknya jika mengetahui dengan tepat proses belajar yang sesuai dengan kepribadian anak.
            Meski demikian, orangtua patut berhati-hati dengan munculnya penyakit belajar. Tiap individu dapat dihinggapi beberapa penyakit pengganggu dalam proses belajar di kehidupannya. Misalnya seorang “Intuiting Ekstrovert (Ie)” yang memiliki daya khayal kuat, kerap enggan merealisasikan impiannya dan cenderung hanyut dengan mimpi. Penyakit tersebut menyebabkan individu ini kehabisan waktu belajar. Itu sebabnya tindakan evaluasi perlu dilakukan. Evaluasi menjadi titik ukur peninjauan perlakuan orangtua kepada anak. Di tahap ini orangtua bisa saja belum melakukan tindakan yang sempurna benar dalam mengasuh buah hati. Namun kegagalan proses belajar bukanlah aib melainkan peristiwa yang dapat membantu orangtua menemukan celah untuk dipelajari ulang.
            Ilmu psikologi praktis yang coba dijabarkan Beni Badaruzaman dalam buku setebal 147 halaman ini cukup menarik. Contoh profil dan tabel yang disuguhkan menjadi daya tarik pembaca yang juga ingin mengukur letak karakter yang dimilikinya. Namun mendalami isi buku ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Bab VI yang mengandung pembahasan “gaya belajar” adalah bagian yang tersulit sebab semua mesin kecerdasan dijabarkan menjadi satu. Andai penulis mengupas sembilan mesin kecerdasan menjadi sub bab sederhana maka tingkat kebingungan pembaca dapat berkurang. Meski demikian, pilihan huruf dan warna kertas yang nyaman bagi mata, cukup membantu pembaca. Bahkan penulis memberi catatan penting sebagai petunjuk bagi para orangtua di akhir bagian buku sebagai pengingat dan arahan langkah selanjutnya setelah melewat tiga tahapan STIFIn.

            Beni seakan tak ingin orangtua langsung lepas tangan dan berasumsi “sukses” setelah melewati akhir halaman. Ia ingin setiap orangtua menjadi pendamping agar setiap anak punya kesempatan untuk berhasil merintis masa depannya dengan kemampuannya sendiri. Orangtua adalah pengarah dan pendukung anak. Metode STIFIn diharapkan dapat menjadi salah satu kunci dari sekian banyak permasalahan proses belajar anak yang hadir di permukaan. Metode yang dapat membantu para orangtua menerapkan pola komunikasi terbaiknya kepada lawan bicara, baik terhadap anak, pasangannya hingga orang di luar lingkungannya.

1 komentar:

tinggalkan jejakmu kawan! dan selamat bereksperimen!