Bekerja sebagai penulis belum
tentu terhindar dari penyakit hati. Menulis nyaris sama dengan pekerjaan
lainnya, kerap terkena penyakit yang susah disembuhkan. Apa sajakah penyakit
yang kerap melanda penulis?
Merasa Puas
Tak bisa dipungkiri, ada perasaan puas saat
beberapa naskah yang diikutsertakan dalam lomba menulis atau seleksi antologi,
berhasil lolos. Perasaan gembira yang membuncah terselip di hati kita dan sulit
menutupinya. Wajarkah? Wajar saja. Apalagi usaha tersebut adalah hasil kerja
keras kita hingga menguras waktu dan pikiran saat harus mengejar deadline.
Namun hati-hati ya, sikap mudah puas akan menjerumuskan hati kita menjadi
kurang kreatif. Kita cenderung stagnan dan kurang berkembang lo teman!
Merasa Bangga
Bangga yang terselip di hati nyaris
mengikuti kita saat muncul kepuasan. Karya tulisan yang mampu ditelurkan dalam
jumlah banyak, kerap menimbulkan sikap ujub. Bahkan riya dan sombong ketika
bertemu atau berkumpul dengan sekelompok orang yang berbeda keahlian. Penulis
yang baik seharusnya senantiasa bersyukur atas bantuan Allah Yang Maha Pandai.
Berkat bantuan Allah, kita dapat menyusun ide, menemukan rangkaian kata yang
indah dan membujuk pembaca untuk merubah sikap. Namun semua daya dan kemampuan itu
bersumber dari Allah semata. Tidak serta merta datang dengan sendirinya kan?
Merasa bosan/jenuh
Kejenuhan adalah hantu bagi penulis.
Perasaan ini bisa menyebabkan kematian ide dalam waktu yang cukup panjang.
Jangan sampai kita terjebak dalam situasi ini ya teman. Selain susah
membangkitkan kembali semangat menulis, jenuh hanya akan menunda target yang
terjadwal rapi. Bahkan jenuh juga bisa menyebabkan kerugian finansial karena
terlanggarnya perjanjian dengan pihak penerbit. Nah lo...bisa berabe nih kalau
sudah berkaitan dengan kontrak perjanjian. Sayang kan?
Hampa/alias tak punya ide
Kehampaan bisa diartikan menjadi dua
makna. Yakni hampa karena merasa diri menjadi penulis yang tidak pernah
beruntung atau kehampaan akibat mati ide. Jika hampa disebabkan hal pertama
maka sebaiknya penulis berusaha keluar dari gejala itu. Caranya bisa dengan
sering bergaul di komunitas, kelompok atau lingkungan yang seide sekepala.
Dengan proses yang bertahap dan dukungan dari kelompok, maka rasa hampa akan
hilang dan otomatis tak merasa terasing di dunia antah berantah lagi. Namun
jika kehampaan disebabkan oleh mati ide maka sobat Nida bisa mensisasatinya
dengan relaksasi kepala/pikiran. Relaksasi ini akan membantu pikiran menjadi
jernih, membuka wawasan dan memunculkan gagasan baru. Cara paling mudah adalah
bersilahturahmi, baik ke tempat orangtua, saudara, kolega ataupun piknik
tadabbur alam.
Merasa Sibuk
Hal ini nih yang berbahaya. Saat sudah
datang tawaran pekerjaan untuk menulis di media online maupun media cetak, kita
seringkali menduakan kesempatan. Padahal saat sedang berharap, mati-matian
berdoa dan memohon kepada Allah Yang Maha Pemurah. Jangan sampai kita menyepelekan keadaan ini ya! Atur jadwal, disiplin waktu dan bersikaplah
konsisten terhadap komitmen yang telah dibuat. Jika kita berhasil menyenangkan
konsumen, inshaa allah, mereka percaya kepada kualitas kerja dan tulisan kita lo teman.
Menjadi penulis adalah pekerjaan
mulia. Menulis yang berbobot dan bersikap profesional akan mendatangkan rezeki
bagi penulisnya. Namun jika dibumbui dengan penyakit-penyakit seperti di atas
maka siasatilah dengan segera menyembuhkannya. Letak kesembuhan itu tentu
datangnya dari diri sendiri ya teman... jadi jangan terlaru larut dengan penyakit
tersebut, sebab hanya akan menimbulkan kerugian. So, mulailah meniatkan diri dengan
ikhlas dan sungguh-sungguh menjadi penulis beneran! Jangan tanggung atau
setengah-setengah!
nah,biasanya kalau habis liburan saya ngerasa banget malas,hampa,g punya ide..padahal banyak stok perjalanan yang bisa ditulis,tapi keburu melebar malasnya karena lama nggak ngeblog hehe
BalasHapus