Judul Buku : Brain Genetic
Potential
Penulis : Beni Badaruzaman
Penerbit : Penerbit Mizania (PT. Mizan
Pustaka)
Terbit : Cetakan I, Mei 2014
Tebal : 152 Halaman
Harga : Rp.39.200
ISBN : 978-602-1337-11-0
Pada
umumnya setiap orangtua selalu menginginkan yang terbaik untuk masa depan anak.
Prinsip tersebut berujung pada lahirnya satu impian yang diikuti terciptanya peraturan
dalam rumah. Tak lain dan tak bukan agar anak mematuhi dan mengikuti garis
nasihat orangtua sehingga mereka tetap berada dalam jalur ambisi keduanya. Cara
ini seringkali dibuat orangtua demi memudahkan pengawasan perkembangan anak.
Namun
tak semua harapan orangtua bisa menjadi nyata. Belakangan peristiwa buruk kerap
terjadi pada beberapa remaja yang mengalami tekanan batin dan berujung drop out. Sebagian besar masalah dipicu
oleh kurangnya dukungan orangtua dalam menyikapi pilihan sang anak atau
rendahnya hubungan komunikasi antar mereka. Kondisi tersebut kerap menimbulkan beban
mental anak. Akibatnya anak sering menghadapi dilema dan susah mengutarakan
hasrat. Hasrat belajar hilang, anak tak punya arah. Maka tak heran, kasus bunuh
diri pada anak bersekolah cenderung tinggi.
Sebagai
jalan tengah ada baiknya orangtua melakukan komunikasi dan bersedia meluangkan
waktu untuk mempelajari, mengamati sekaligus memahami potensi diri sendiri dan
potensi anak. Dengan introspeksi diri, orangtua bisa memilih cara yang tepat
dan sesuai dalam mendidik anak. Konsep ini adalah jawaban atas situasi bahwa setiap
orang dipercaya terlahir dengan bakat dan kemampuan yang berbeda satu dengan yang
lain. Oleh karena itu, cara penanganan tiap individu pun tak sama. Salah satu aplikasi
tersebut adalah menggunakan metode STIFIn.
Metode
STIFIn yang diperkenalkan oleh Beni Badaruzaman dalam bukunya yang berjudul Brain Genetic Potential merupakan sebuah
konsep yang terbentuk atas dasar pengetahuan tentang belahan otak manusia. Konsep
kecerdasan otak akan menuntun pada kepribadian seseorang. Penulis buku ini mempelajari
bahwa otak yang diciptakan Tuhan terbagi atas otak bagian kiri bawah (Sensing), otak kiri atas (Thinking), otak kanan atas (Intuiting),
otak kanan bawah (Feeling) dan bagian
otak tengah (Instinct). Nama-nama potensi otak (mesin
kecerdasan) itu kemudian disingkat menjadi STFIn (halaman 35). Masing-masing
potensi itulah yang akan membantu individu melakoni proses kehidupan termasuk
proses belajar, berkarir dan berumah tangga.
Pada
dasarnya perilaku individu dengan mesin kecerdasan tertentu dipengaruhi oleh
adanya rangsangan luar dan dalam. Jika motivasinya dari luar maka disebut
ekstrovert, dan jika sebaliknya maka disebut introvert. Istilah tersebut sekaligus
memberi penjelasan berbeda yang terlanjur melekat di masyarakat. Beni seakan
menyingkap tabir kebingungan masyarakat akan persoalan introvert dan
ekstrovert. Berawal dari faktor inilah, terbentuk sembilan mesin kecerdasan yaitu
Si, Se, Ti, Te, Ii, Ie, Fi, Fe dan In (halaman 58). Untuk mengetahui ukuran
masing-masing bagian otak tersebut digunakan finger print. Finger print
hanya satu dari beberapa cara untuk mengetahui sejauh mana potensi diri
orangtua dan anak (STFIn). Cara ini dianggap lebih akurat dan dapat langsung
memberikan informasi kemampuan diri.
Ada
tiga tahapan dalam menjalankan proses belajar metode STIFIn, yaitu tahap
persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. Ketiga tahapan tersebut bertujuan agar hasil
yang dicapai maksimal. Setiap tahap membutuhkan kondisi pendukung sangat mutlak
diperlukan. Faktor pendukung yang dimaksud dapat diperoleh secara internal
maupun eksternal. Masing-masing tak bisa digeneralisasi. Misalnya individu
bermesin kecerdasan “Sensing” yang dimiliki oleh Bill Gates, perlu melakukan
senam sebagai proses pemanasan menjelang belajar. Individu ini butuh
seperangkat alat tulis lengkap sebelum mulai bekerja. Berbeda dengan individu
bermesin “Feeling”, seperti yang dimiliki Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, harus
dirangsang dengan hadirnya teman belajar, guru atau narasumber sebagai tempat
berdiskusi untuk menggugah mood belajarnya.
Tak
jauh berbeda dengan proses pelaksanaan metode STIFIn , masing-masing mesin
kecerdasan punya ciri khas. Seorang ”Sensing” mudah meniru apa yang ditangkap
inderanya sedangkan individu “Thinking” lebih suka memberi kritikan. Lain lagi dengan
seorang “Feeling” yang suka diskusi. Ini semua menunjukkan fakta bahwa setiap
anak punya pola belajar yang berbeda. Orangtua akan terbantu mengarahkan
anak-anaknya jika mengetahui dengan tepat proses belajar yang sesuai dengan
kepribadian anak.
Meski
demikian, orangtua patut berhati-hati dengan munculnya penyakit belajar. Tiap
individu dapat dihinggapi beberapa penyakit pengganggu dalam proses belajar di kehidupannya.
Misalnya seorang “Intuiting Ekstrovert (Ie)” yang memiliki daya khayal kuat,
kerap enggan merealisasikan impiannya dan cenderung hanyut dengan mimpi.
Penyakit tersebut menyebabkan individu ini kehabisan waktu belajar. Itu
sebabnya tindakan evaluasi perlu dilakukan. Evaluasi menjadi titik ukur
peninjauan perlakuan orangtua kepada anak. Di tahap ini orangtua bisa saja
belum melakukan tindakan yang sempurna benar dalam mengasuh buah hati. Namun kegagalan
proses belajar bukanlah aib melainkan peristiwa yang dapat membantu orangtua menemukan
celah untuk dipelajari ulang.
Ilmu
psikologi praktis yang coba dijabarkan Beni Badaruzaman dalam buku setebal 147
halaman ini cukup menarik. Contoh profil dan tabel yang disuguhkan menjadi daya
tarik pembaca yang juga ingin mengukur letak karakter yang dimilikinya. Namun
mendalami isi buku ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Bab VI yang
mengandung pembahasan “gaya belajar” adalah bagian yang tersulit sebab semua
mesin kecerdasan dijabarkan menjadi satu. Andai penulis mengupas sembilan mesin
kecerdasan menjadi sub bab sederhana maka tingkat kebingungan pembaca dapat
berkurang. Meski demikian, pilihan huruf dan warna kertas yang nyaman bagi mata,
cukup membantu pembaca. Bahkan penulis memberi catatan penting sebagai petunjuk
bagi para orangtua di akhir bagian buku sebagai pengingat dan arahan langkah
selanjutnya setelah melewat tiga tahapan STIFIn.
Beni
seakan tak ingin orangtua langsung lepas tangan dan berasumsi “sukses” setelah
melewati akhir halaman. Ia ingin setiap orangtua menjadi pendamping agar setiap
anak punya kesempatan untuk berhasil merintis masa depannya dengan kemampuannya
sendiri. Orangtua adalah pengarah dan pendukung anak. Metode STIFIn diharapkan
dapat menjadi salah satu kunci dari sekian banyak permasalahan proses belajar
anak yang hadir di permukaan. Metode yang dapat membantu para orangtua
menerapkan pola komunikasi terbaiknya kepada lawan bicara, baik terhadap anak,
pasangannya hingga orang di luar lingkungannya.
TErima kasih yah sudah me resesni bku saya :) Semoga SuksesMulia !
BalasHapus