Seringkali penulis kesulitan menentukan jalan cerita (alur) dan konflik dalam cerita anak. Hal itu terjadi saat kita terjebak pada pembatasan jumlah kata. Pembatasan jumlah kata adalah tantangan bagi penulis, baik pemula maupun penulis profesional. Biasanya mereka harus berpikir keras agar bisa membuat tulisan yang menarik dan mengena sesuai judul, tidak mulur, membosankan atau menggantung.
Lalu bagaimana teknik untuk memudahkan penulis agar cerita anak yang disusun bisa sesuai dengan syarat yang ditentukan?
1.Pelajari syaratnya
Jika diharuskan tulisan pendek dengan kisaran 200-300 kata atau 300-400 kata maka usahakan membuat kalimat pembuka dengan konflik. Atau orang bilang “langsung to the point aja”. Misalnya “Rino mencoba memakai sepatu kets merah tua kesayangannya beberapa kali. Tapi tak muat juga.” Atau “Kito berlari sekencang-kencangnya saat anjing milik Tuan Haer menyalak dengan keras”.
Jika dibatasi hingga 600-700 kata maka berpikirlah lebih santai. Buat kalimat pembuka yang “umum” seperti pada suatu hari, di suatu desa, siang yang panas dll.
2.Pelajari kesukaan media cetak
Tak kenal maka tak mudah lolos di meja redaksi. Begitulah idiom yang banyak disarankan kepada para penulis yang ingin mencoba mengirimkan naskah cerita anaknya ke media. Satu hal yang patut diingat penulis anak adalah media cetak akan selalu menerima tulisan yang lulus syarat dan mengandung kebaikan bagi pembacanya. Jadi cobalah menulis dengan unsur budi pekerti yang mendidik anak-anak.
3.Buatlah tulisan yang bertema
Tema akan sangat membantu penulis dalam menulis jalur apapun. Dalam cerita anak, tema keseharian sangatlah luas. Jadi persempit tema dan jadikan sederhana. Buatlah cerita yang biasa dilakukan oleh anak-anak, biasa dilihat dan dirasakan mereka. Misalnya tema “ternyata semua ada gunanya” atau “tidak harus begitu...” bisa juga “ternyata...” dan lain-lain.
4.Ada solusi
Cerita anak yang baik adalah cerita yang mengandung kesimpulan dan jalan keluar bagi pembacanya. Sobat Nida harus bisa mengarahkan pembaca untuk mendapatkan kesimpulan itu. Kita harus pandai membawa kata-kata sederhana namun mengena di hati anak. Misalnya “dulu aku juga tidak pandai, tapi jika berlatih terus menerus, kita bisa lebih dari pandai, kan?”...
5.Menjaga suasana cerita
Satu hal yang kerap kita lupakan saat menulis cerita anak adalah adanya campur tangan sikap orangtua atau orang dewasa dalam isi cerita. Sebaiknya hal itu tidak dituliskan dengan sengaja oleh penulis ya, sob! Ingat lo.., dalam cerita anak, usahakan permasalahan diselesaikan oleh anak itu sendiri. Dengan cara itu pembaca anak akan berusaha untuk berlatih mandiri dan tidak tergantung saat menghadapi suatu masalah.
Nah, pesan terakhir yang harus diingat adalah teruslah berlatih menulis dan membaca aneka cerita anak. Buka mata dan telinga untuk mengetahui situasi yang terjadi sebagai modal awal dalam menulis cerita anak.
Referensi:
-Pelatihan Kursus Menulis Cerita Anak Periode Mei-Juni 2015
artikel ini telah dipublikasikan di majalah digital annida
Terima kasih sarannya mbak.... butuh banget nih. InsyaAllah bermanfaat banget buat saya. Kapan ke Jepara lagi?
BalasHapuskapan ya ketemuan sama Mba Susi sambil makan ikan bakar hahahah... kalo kesana, aku akan mencarimu mbak :)
HapusWaaah ada sambungan postingan sebelumnya. Makasih ya dikasih tipsnya, mungkin bisa mencairkan ide yg susah keluar.
BalasHapusalhamdulillah bermanfaat.. semoga idenya cepat mencair menjadi tulisan yang bermanfaat ya Mba
HapusMbak Ketty habis ikut pelatihan? Trus tulisan mbak di atas dimuat di media cetak ya? Hebat...
BalasHapusNggak Mbak, saya tidak mengirimkannya ke media. Ini sekedar rangkuman dari ilmu yang saya dapat. Supaya saya tidak kehilangan informasi juga jadi saya rangkum disini :)
Hapusmakasih infonya:) kalo isengiseng bikin cerpen jadi nggak gagu lagi nyusun bahasanya hehe
BalasHapus